BELIA
Umur kami masih belasan tahun, saat itu. Tapi ia, kekasihku yang dulu itu, Sudah amat molek dan ranum. Tatapnya selalu berisi kesahajaan. Tuturnya tak henti mendamaikan. Terhadapku, perasaannya selalu murni. Sempurna ia sebagai lelaki. Berkali-kali dibilang Ibu, Penyesalan tak akan pernah laku. Semasa itu pahamku tentang cinta masih terlampau dangkal. Namun selang sampai kini, Saya tetap menyayangkannya dengan kekal. Saya menganut keras rasa yang bergejolak. Ingin cinta yang mendebarkan, penuh guncangan. Namun, kekasihku itu tak suka berperang. Kemudian cintanya yang aman, Selalu saja saya sepelekan. Waktu kami kelas 3 menengah atas, Saya sempat mengencani teman sekelas. Kekasihku dengan wajah dikerubung rasa bersalah malah meminta maaf. Ia bilang, sebab saya mendua adalah ia yang tak becus menjadi kawan bercinta. Jauh waktu berjalan, Gadis yang amat beruntung telah mutlak memiliki kekasihku. Pernah beberapa kali bertemu, Wajahnya kian makin teduh. Tak ada tampang beng...